Senin, 04 Mei 2009

BELAJAR HIDUP APA ADANYA ALA ANAK TUNAGRAHITA

Ketika pertama kali terjun mengajar di SLB saya sangat termangu dengan tingkah laku
Anak berkebutuhan khusus (ABK)yang diakibatkan oleh ketunagrahitaan yang khas dan tersendiri. Berdialog dengan anak tunagrahita, yang terucap dari
pembicaraan-pembicaraan anak tersebut adalah kata-kata polos apa adanya. Tanpa ada
hal yang ditutup tutupi. Mereka membicarakan tentang keluarga apa adanya,
membicarakan perilaku sehari-hari penuh dengan keterbukaan. Mengungkapkan sesuatu
dengan tanpa berbohong. Saya merenung mengapa Anak Tunagrahita bisa bertingkah laku demikian.
Bandingkan dengan tingkah laku kita. Mengapa kita akan hidup penuh dengan
intrik-intrik yang sulit untuk melihat kedalaman isi hati masing-masing. Seolah-olah
kita itu hidup dengan memakai topeng. Yang dimunculkan keluar adalah topengnya, bisa
topeng yang berparas baik, bisa topeng jelek, jahat, seolah-olah benar, jagoan,
terpuji, penghargaan, seolah-olah tulus, seolah-olah ahli, seolah-olah penolong,
wibawa dan seterusnya. Kita akan berusaha untuk memunculkan hal yang kita inginkan
dengan latar sebenarnya itu hanyalah topeng belaka. Orang normal akan selalu
berpikir bagaimana tingkah lakunya itu harus dimunculkan. Apakan tidak akan
menyinggung orang lain walaupun sebenarnya orang tersebut salah. Kita akan menutup
kesalahan orang lain karena kita ingin punya penghargaan dari orang yang ditutup
tersebut. Kita akan berusaha berbohong supaya kita dipercaya, walaupun sebenarnya
apa yang dilakukan kita itu salah. Itulah manusia normal yang selalu berlindung di
dalam topengnya.
Kembali kita lihat perilaku yang dimunculkan oleh Anak Tunagrahita. Mereka akan bicara terbatas
dan dia tidak bisa mengarang untuk kebohongannya. Ketika dia ingin makanan maka dia
akan bilang ingin makanan itu atau bahkan langsung saja merampas makanan yang ada di
temannya. Kalau pikir dia tidak bisa mengerjakan soal misalnya maka dia bilang tidak
bisa dan tidak mau menyontek karena dia benar-benar tidak mengerti yang dihadapinya.
Kalau ditanya latar keluarganya, maka akan keluar apa adanya tentang semua yang dia
ketahui tanpa ditutup-tutupi. Kalau dia tidak suka kepada sesorang maka dia akan
bilang tidak suka terhadap orang tersebut tanpa berpikir bahwa orang tersebut akan
tersakiti, yang terpenting dia pikir bahwa orang tersebut tidak sehati dengannya.
Pokoknya Anak Tunagrahita akan berpikir praktis apa adanya dan tidak ditutup-tutupi. Buat dia
berkata itu ya itu tujuannya, tanpa ada hal yang lain dalam kata-kata tersebut.
Kalau kita menelaah perilaku-perilaku tersebut tentunya kita akan dapat belajar
banyak dari Anak Tunagrahita. Bahwa kita bisa untuk jujur jangan banya bohong karena bohong
tersebut banyak merugikan orang lain. Kalau kita bisa jujur maka hidup yang dihadapi
ini tidak akan salah kaprah. Realita sekarang adalah hidup kita ini penuh dengan
rekayasa, penuh dengan sandiwara, dan salah kaprah. Artinya “ yang benar akan
menjadi salah dan yang salah akan menjadi benar”. Banyak contoh yang kehidupan yang
salah kaprah ini. Ketika kita ingin membuat SIM misalnya sebenarnya yang benar
adalah kita tidak usah untuk bayar tip, kita hanya perlu untuk lulus uji SIM-nya
saja kemudian bayar administrasi sesuai dengan aturan maka jadilah SIM. Tetapi
kenyataaannya lain ketika kita ingin jujur apa adanya membuat SIM tersebut dengan
procedural maka hambatan akan dihadapi tetapi kalau kita membuatnya dengan diluar
jalur (salah) tetapi dengan menyuap, walaupun kita tidak bisa menyetir mobil pasti
kita dapat SIM-nya. Apakah itu bukan namanya hidup salah kaprah, yang benar dianggap
salah karena banyak yang salahnya dan yang salah menjadi banar. Susah memang
memikirkan jalannya kehidupan orang-orang normal !?. Coba pelajari perilaku Anak Tunagrahita yang
cukup dengan hidup apa adanya.
Apakah kita harus hidup seperti Anak Tunagrahita, untuk mengembalikan kehidupan menjadi benar
kaprah. Terpenting adalah hidupkanlah hidup apa adanya, dan peganglah kehidupan yang
benar jangan yang salah menjadi benar. Susah memang tapi itulah kehidupan manusia
yang hidup dalam panggung sandiwara.

sumber: http://www.plbjabar.com/?inc=artikel&id=35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar