Selasa, 28 April 2009

MELIHAT ARAH DAN KEBIJAKAN PENELITIAN AGAMA TAHUN 2005

Lahirnya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1 Tahun 2001 tentang kedudukan, tugas fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja Departemen Agama telah berimplikasi terhadap perubahan struktur unit kelitbangan dan kediklatan di lingkungan Departemen Agama. Perubahan tersebut dinyatakan pada nomenklatur yang semula Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, berubah menjadi Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan. Dengan berlakunya KMA tersebut, maka untuk pertama kalinya tugas-tugas kelitbangan dan kediklatan dilingkungan Departemen Agama diintegrasikan dalam satu unit eselon I.

Sesuai KMA nomor 1 Tahun 2001, tugas pokok badan Litbang Agama dan Diklat keagamaan adalah menyelenggarakan sebagian tugas pokok Departemen Agama di Bidang Penelitian dan Pengembangan Agama dan Diklat keagamaan berdasarkan kebijaksanaan pelaksanaan yang ditetapkan oleh menteri. Untuk melaksanakan tugas tersebut Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan menjalankan fungsi sebagai berikut : 1) perumusan visi, misi, dan kebijakan teknis di bidang penelitian agama pengembangan agama dan diklat keagamaan; 2) koordinasi dan pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan keagamaan.; 3) Perumusan standarisasi di bidang penelitian dan diklat keagamaan; 4) perencanaan dan pelaksanaan program serta pengendalian dan pengamanan teknis operasional di bidang penelitian pengembangan agama dan diklat keagamaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5) Penyiapan, pembinaan penyelenggaraan diklat; dan 6) penelaahan dan penilaian serta penyajian laporan hasil penelitian, untuk bahan penyusunan dan penyempurnaan kebijakan pelaksanaan dan teknis di lingkungan Departemen Agama.

Untuk menjalankan tugas dan fungsinya Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan mempunyai 6 unit eselon II ditingkat pusat, yaitu 1 sekretariat dan 5 pusat meliputi, 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaaan; 2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan; 3) Pusat Penelitian dan pengembangan Lektur Keagamaan; 4) Pusat Pendidikan dan Latihan Administrasi 5) Pusat Pendidikan dan latihan tenaga teknis Keagamaan, dan 15 unit eselon III sebagai unit pelaksana Teknis (UPT) di daerah, terdiri dari 3 balai Penelitian dan Pengembangan Agama terdapat di Semarang, Makasar, dan Jakarta, dan 12 Balai Diklat keagamaan terdapat di Medan, Palembang, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, Makassar, Manado, dan Ambon.

Upaya mengintegrasikan tugas-tugas kelitbangan dengan kediklatan dan menjabarkannya dalam bentuk program dan kegiatan secara utuh, terarah, dan proporsional, bukan hal yang mudah. Namun, dengan diterbitkannya sejumlah peraturan perundangan yang mengiringinya sebagai penjabaran lebih lanjut pemberlakuan KMA Nomor 1 tahun 2001 tersebut, jalan yang semua tampak sulit, secara perlahan makin terbuka. Kondisi tersebut juga tidak lepas dari adanya dukungan berbagai pihak, terutama Menteri Agama beserta jajarannya, dan seluruh unit kerja di lingkungan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Pusat dan Daerah, sehingga secara bertahap amanat KMA nomor 1 Tahun 2001 dapat dijalankan.

B. Arah Kebijakan

Untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan SDM di lingkungan Departemen Agama, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan telah menetapkan langkah-langkah kebijakan teknis, baik di bidang kelitbangan maupun kediklatan. Kebijakan teknis dibidang kelitbangan meliputi : 1) peningkatan relevansi topik-topik penelitian dengan dengan program pembangunan nasional dan kebutuhan unit-unit pelayanan Departemen Agama, di tingkat pusat dan daerah; 2) peningkatan mutu hasil penelitian, melalui peningkatan kualitas SDM peneliti dan pengembangan jaringan kemitraan penelitian; 3) peningkatan diversivikasi metodologi penelitian, sehingga penelitian yang dilakukan semakin kaya dan teruji dari segi metode, dan hasilnya dapat dijadikan pijakan bagi pemantapan kebijakan pimpinan Departemen Agama; 4) Peningkatan komunikasi dan sosialisasi hasil-hasil penelitian dengan para pimpinan di lingkungan Departemen Agama Pusat dan Daerah maupun masyarakat luas; 5) Perluasan jaringan kerjasama dengan lembaga penelitian dan lembaga-lembaga lainnya baik di lingkungan instansi pemerintah, perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga non pemerintah; dan 6) pengembangan budaya akademis bagi para tenaga fungsional peneliti.

Sementara itu, dalam bidang kediklatan ditempuh beberapa kebijakan teknis, meliputi: 1)pengembangan kapasitas SDM penyelenggara diklat baik melalui pendidikan dijalur formal maupun informasi; 2) peningkatan jumlah widyaiswara yang berkualitas melalui rekruitment terhadap para pegawai yang berminat dan memenuhi syarat, disamping terus berupaya memperoleh calon widyaiswara melalui penerimaan calon pegawai; 3) pengembangan program diklat yang memenuhi kebutuhan pegawai dan seluruh unit dilingkungan Departemen Agama, dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat; 4) peningkatan kualitas instrument dalam bidang kediklatan, baik secara substansial maupun teknis; 5) penyiapan konsep kebijakan teknis kediklatan yang meliputi berbagai jenis dan arah program pedoman kediklatan, 6) Pembagian dan pemerataan kegiatan kediklatan Pusat dan Daerah secara proporsional, dimana pusat melakukan kegiatan kediklatan pada tingkat nasional dan daerah melakukannya pada tingkat lokal; 7) Pengembangan jaringan kemitraan dalam penyelenggaraan diklat, baik dengan unit-unit diteknis lingkungan Departemen Agama atau dengan intitusi diluar Departemen Agama tersebur; dan 8) Peningkatan jumlah sasaran kediklatan untuk mencapai siklus empat tahunan bagi PNS Depag.

Berbagai langkah strategis kelitbangan dan kediklatan tersebut dibangun untuk menyediakan iklim kondusif bagi pelaksanaan amanat rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 Pembangunan bidang agama meliputi : 1) program peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai keagamaan, 2) program peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan 3) program peningkatan pelayanan kehidupan beragama; 4) program pengembangan lembaga-lembaga social keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan; 5) program Penelitian dan Pengembangan Agama; dan 6) program peningkatan kerukunan umat beragama

Melalui kebijakan teknis yang tepat dan langkah-langkah pelaksanaan program kelitbangan dan kediklatan yang mempertimbangkan berbagai aspek kebutuhan, diharapkan dukungan terhadap tercapainya program-program pembangunan agama dapat dilaksanakan secara optimal yang pada gilirannya dapat mendorong keluarnya bangsa ini dari krisis multidimensional.

C. Implementasi Program

Peningkatan Pelayanan keagamaan merupakan program pembangunan agama yang secara langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat. Peningkatan pelayanan tersebut diantaranya telah dirasakan masyarakat dengan bertambahnya kemudahan dan keleluasaan menjalankan ibadah, serta penyediaan fasilitas pelayanan secara memadai. Upaya mewujudkan kemudahan tersebut pada parakteknya senantiasa membutuhkan pembenahan baik ditingkat supra maupun infra struktur kelembagaan, termasuk ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang professional. Dalam konteks pembenahan, beberapa pelayanan keagamaan yang menjadi isu sentral dan perhatian masyarakat luas menjadi prioritas utama. Untuk itu, penelitian dan pengembangan kebijakan tentang penyelenggaraan haji, dan pengelolaan sumber ekonomi umat yang diperoleh dari zakat, infak, shodaqoh, dan sejenisnya menjadi program kelitbangan. Pelayanan keagamaan yang lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah terkait dengan penyediaan kitab suci, literatur keagamaan terutama terjemahan dan tafsir, pelayanan nikah, talak, cerai, dan rujuk (NTCR), sertifikasi tanah wakaf, pembinaan keluarga sakinah, penyediaan bacaan keagaaman, pembinaan rumah-rumah ibadah, dan pelayanan hisab-rukyat.

Untuk mendukung kebijakan dan penyediaan SDM bagi program peningkatan pelayanan keagaaman, Badan litbang Agama dan Diklat Keagamaan telah melaksanakan berbagai kegiatan kelitbangan antara lain: Penelitian tentang penyelenggaraan Ibadah Haji; penelitian tentang pengelolaan zakat, infaq, dan shodaqoh; studi tentang penerapan label halal terhadap produk pangan; penelitian tentang fungsi social rumah ibadah dari berbagai agama; penelitian tentang pandangan masyarakat terhadap KUA; pentashihan Al-quran standar, penyempurnaan Al-quran dan terjemahannya Depag, penelitian mushaf di Indonesia, seminar hisab rukyat, studi tentang perkawinan campuran di Negara RI, dan perkawinan bawah tangan.

Tentu saja, dengan tantangan zaman yang semakin kompleks baik secara kuantitas mapun kualitasnya, diperlukan sebuah hasil penelitian yang akan dapat dijadikan panduan bagi masyarakat untuk mengarungi arus globalisasi yang sudah kita rasakan side efek negatifnya. Sebagai dampaknya formulasi terhadap penelitian pendidikan dan hukum sudah seharusnya lebih “membumi” dengan melihat realitas keagaamaan pada masyarakat yang cepat berubah
sumber: http://www.ditpertais.net/swara/warta25-04.asp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar