Selasa, 28 April 2009

Ketika Anak Memiliki Sahabat Imajiner

Anak pada dasarnya senang bermain dengan mainannya. Oleh karena itu, anak tidak ingin kehilangan waktunya sedikit pun untuk bermain. Bermain bagi anak adalah sebuah kisah kehidupan yang harus dinikmatinya. Oleh karena itu, orang tua tidak perlu khawatir dengan sikap dan perilaku anak yang senang bermain di usia dini. Justeru bermain di usia dini merupakan sarana yang ampuh untuk mengembangkan segenap potensi dirinya.

Terkait dengan aktivitas anak yaitu bermain, ada satu hal yang ingin dibicarakan bahwa dalam hal bermain anak sering mencari dan membutuhkan sahabat imajiner. Dengan sahabat imajiner anak bahkan merasa nyaman dan
senang. Kita mungkin tidak tahu sahabat imainer anak, tapi hal itu sering dibutuhkan dan dilakukan anak setiap hari. Bisa jadi kita tidak atau kurang memperhatikan ketika anak sedang bercengkrama dengan sahabat imajinernya. Yang kita tahu anak sedang asyik bermain.

Pertanyaannya kemudian, apa yang dimaksud sahabat imajiner? Apakah sahabat dalam arti teman bermain dalam lingkungan keluarga di rumah atau sahabat anak sesungguhnya yaitu teman sebayanya (peer groups).
Boleh-boleh saja kita menafsirkan itu, tapi ada satu hal penting yang harus kita lihat dan dialami dari keunikan anak ini terkait dengan sahabat imajinernya.

Pembicaraan saya ini mengenai sahabat imajiner berawal dari aktivitas saya ketika melihat keponakan saya yang sering bermain. Saya selalu melihat ada keunikan ketika anak asyik bermain entah dengan benda kesayangannya seperti mobil-mobilan, boneka atau yang lainnya yang sering
dijumpai anak. Ada pun keunikan itu adalah pada saat saya melihat keponakan saya bermain mobil-mobilan saya melihat ada suatu proses imajinasi yang sangat luar biasa pada diri anak. Sungguh, sebuah kekuasaan Tuhan yang
harus disyukuri.

Proses imajinasi itu misalnya adalah kebetulan keponakan saya memiliki sebuah mainan truk semen Holcim. Setelah saya perhatikan dia sering mengatakan ingin melihat truk semen Holcim yang sesungguhnya. Suatu hari saya mengajaknya jalan-jalan yang kebetulan banyak sekali truk Holcim yang lalu lalang. Dengan rasa penasaran (curiosity) dan takjub dia melihat dengan nyata truk semen Holcim tepat di depannya. Keceriannya semakin membuncah, saya hanya tersenyum.

Apa yang terjadi? Dia sangat senang dan gembira. Dia mengatakan sangat mirip dengan mainannya yang sering dia mainkan di rumah. Menurut pengamatan saya, keponakan saya benar-benar melihat sesuatu yang sesungguhnya. Itu sesuai apa yang dia imajinasikan pada saat dia bermain truk semen Holcim. Saya berpendapat ada proses psikologi yang berklindan dengan perkembangan pengetahuan anak.

Hal ini dibuktikan dengan kenyamanan anak ketika bermain dengan mainan kesukaannya. Bahkan mainan itu tidak ingin ada orang lain yang menyentuhnya apa lagi merusakannya. Dia akan sedih dan murung karena risau jika sahabat imajinernya ada yang melukainya. Begitu juga dengan boneka yang berbentuk kucing. Mungkin kejadian yang saya alami ini pernah dialami juga oleh para pembaca yang budiman.

Saya teringat dengan Bapak Sosiologi yaitu August Comte yang dengan cermat membagi tiga perkembangan pola pikir manusia menjadi tiga, yaitu tahap teologis, tahap metafisis dan tahap positvis. Saya berpendapat perkembangan psikologi anak dan kemampuan berpikirnya berada pada tahap teologis. Karena sifatnya yang khas yaitu mencoba menggambarkan sesuatu sesuai dengan realitas yang sesungguhnya di ranah imajinatif.

Oleh karena itu, mengikuti pendapat Comte, secara sosiologis anak di usia dini senang bermain dan membutuhkan sahabat imajiner. Senada dengan apa yang dikatakan Piaget tentang kemampuan kognitif anak. Bahwa anak di usia tersebut sedang mengalami pertumbuhan kognitifnya. Dengan
demikian, kita bisa melihat bahwa anak yang bermain pada dasarnya adalah sedang belajar. Hal ini dikatakan dari proses imajinasi yang kreatif dari sebuah alat bermain.
sumber: http://www.family-writing.com/opini/ketika-anak-memiliki-sahabat-imajiner.html/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar