Rabu, 11 Maret 2009

Seminar Deteksi dan Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa

(Medicastore) Sabtu, 3 Maret 2007 lalu bertempat di Auditorium Indosat, Jakarta, diselenggarakan Seminar Deteksi dan Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa (gifted & talented children). Selain seminar, diadakan juga peresmian Forum Komunikasi Gifted & Talented Children Direktorat Pendidikan Sekolah Luar Biasa (PSLB) dan peluncuran buku tentang anak berbakat dengan disinkronitas perkembangan “Anakku Terlambat Bicara, Memahami dan Mengasuhnya” oleh DR. Julia Maria Van Tiel.

Pembicara dalam seminar ini, antara lain:

  1. Adi D Adinugroho, MA, Ph.D candidate, Special Education Specialist, Purdue University, USA.
  2. Dr. Soejatmiko, Sp.A, M.Si, Kepala Divisi Tumbuh Kembang Anak RSCM/FKUI & Ikatan Dokter Anak Indonesia.
  3. Dr. Indah S Widyahening Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  4. DR. Julia Maria Van Tiel, Pembina kelompok diskusi orangtua anak berbakat, anakberbakat@yahoogroups.com.

Dan sebagai moderator yaitu dr. Bayu Prawira-Hie.

ki-ka: dr. Soejatmiko; dr. Bayu; Dr. Rachmat; Adi Nugroho, MA.

Seminar yang dihadiri lebih dari 150 peserta yang terdiri dari orang tua, guru, dokter, dan pemerhati masalah anak gifted-talented ini mengundang Direktur PSLB Mandikdasmen Depdiknas RI yang diwakili oleh Drs. Sutji Harijanto, MM, MPd yaitu Kasubdit Pelaksana Kurikulum Direktorat Pembangunan Sekolah Luar Biasa Mandikdasmen RI.

Drs. Sutji mengatakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan berkecerdasan istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran yang berbeda dari pendidikan normal.

Hal ini telah dituangkan dalam Sisdiknas No. 2 tahun 1999 yang diimplementasikan berupa program akselerasi percepatan belajar untuk yang berkemampuan kecerdassan istimewa . Bahkan saat ini sudah terdaftar 54 sekolah yang memiliki program akselerasi.

Menurut Dr. Adi D Adinugroho, definisi gifted talented (GT) bisa berupa anak cerdas berbakat atau anak luar biasa yang disebabkan unsur genetik, dan adanya ketidakseimbangan pertumbuhan meskipun memiliki IQ tinggi.

Namun, saat ini terjadi perubahan paradigma dari profil GT yang sudah tertanam di masyarakat. Hal ini dikarenakan tingginya angka drop out anak GT di sekolah, banyaknya problema baik akademik, sosial, emosi maupun perilaku pada anak-anak GT.

Selain itu, anak GT juga telat bicara, tidak harus bisa membaca, cenderung emosional meskipun memiliki daya analisis yang kuat. Karena tidak dimengerti oleh sekolah, anak-anak GT dimasukkan ke kelas emotional behavior.

Dunia pengetahuan baru mengetahui 5% tentang dunia GT. Di Amerika, tidak dilakukan tes untuk mendeteksi bakat pada anak di bawah umur 6 tahun karena mungkin bisa terjadi dual condition misalnya gifted dan ADHD (attention deficit- hyperactivity disorder) sekaligus.

“Di Indonesia, seorang dokter cepat sekali memvonis anak menderita autisme hanya dalam waktu beberapa menit, maksimal 45 menit,” ungkap Dr. Adi. Padahal untuk bisa menentukan seorang anak autis atau tidak membutuhkan tes selama 2 minggu.

Pendeteksian GT di Amerika, meliputi pemantauan tumbuh kembang, formal referral, assessment, pelayanan berfokus preventif, pelayanan pendidikan khusus, dilakukan sealami mungkin sesuai dengan tempat anak hidup kemudian transisi ke dunia sekolah.

Sistem pendidikan yang tersedia untuk anak GT di Amerika berupa sekolah khusus, percepatan kurikulum, dan percepatan kelas. Untuk model pelayanan yang disediakan berupa kelas khusus, kelas inklusi penuh dan kelas inklusi tidak penuh.

Keberbakatan pada anak perlu dideteksi dan diintervensi secara dini menurut Dr. Soejatmiko, Sp.A(K), M.Si. Hal ini dikarenakan kualitas generasi penerus tergantung kualitas tumbuh kembang anak terutama batita (bayi 0-3tahun). Bila deteksi terlambat, maka penanganan terlambat dan penyimpangan sukar diperbaiki.

Dokter spesialis tumbuh kembang berperan dalam deteksi penyimpangan pertumbuhan, perkembangan dan perilaku anak. Namun, dari 2000 dokter spesialis anak di Indonesia, spesialis tumbuh kembang anak hanya 30 orang.

Meskipun demikian, tugas dokter spesialis tumbuh kembang dalam mengawasi pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dilakukan oleh bidan, perawat, dokter spesialis anak maupun dokter umum di puskesmas.

“Stimulasi pada anak itu penting agar tumbuh kembangnya optimal,” ujar Dr. Soejatmiko. Caranya mudah misalnya sambil menyusui, anak diajak bicara, ditatap matanya, disentuh dan diayun, sehingga sinaps menjadi semakin kuat yang kemudian merangsang kecerdasan lebih luas dan tinggi. Cara lain yaitu dengan mendongeng sebelum anak tidur agar imajinasi anak berkembang.

Ada 4 cara skrining deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu:

  1. Tanya perkembangan anak dengan KPSP (kuesioner pra skrining perkembangan) mulai umur 3 bulan.
  2. Tanya pendengaran anak dengan TDD (tes daya ingat) mulai umur 3 bulan.
  3. Tes penglihatan anak dengan TDL (tes daya lihat).
  4. Tanya gangguan perilaku dengan KMME (kuesioner masalah mental emosional), CHAT (checklist autisme in Toddler) dan Conners untuk gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.

Peran lain yang diemban oleh dokter spesialis anak tumbuh kembang adalah menjadi konsultan/trainer skrining untuk perawat, bidan, dokter umum, dokter spesialis anak lain. Kemudian dokter tumbuh kembang melakukan skrining lanjutan seperti ASQ (age & stages questionare), Denver II, BINS, Bayley III scale for infant and Todler.

“Sukar mengukur keberbakatan pada anak dengan keterlambatan perkembangan, “ ungkap Dr. Soejatmiko. Umumnya keterlambatan perkembangan dan gangguan perilaku yang terdiagnosis. Diperlukan kesepakatan assessmen multiprofesi dalam mendeteksi keberbakatan dengan disinkroni.

Pola pengasuhan orangtua/keluarga terhadap keberbakatan dengan disinkroni memerlukan pelatihan khusus. Demikian juga dengan metode pendidikan yang khusus lengkap dengan pendidik yang telah mendapatkan pendidikan khusus. Dr. Soejatmiko mengusulkan agar dibuat kelas tanpa label tertentu di SLB.

ki-ka: Dr. Indah S; dr. Bayu; Adi Nugroho, MA; DR. Julia Maria.

DR. Julia Maria Van Tiel menceritakan pengalamannya mengasuh dan pendidikan anak berkhususan dengan disinkronitas perkembangan di Belanda. Belanda adalah salah satu negara di Eropa yang mempioniri pendekatan pendidikan anak-anak gifted yang mempunyai masalah dalam perkembangan, perilaku, sosial emosional, prestasi rendah serta masalah yang berkaitan dengan gangguan belajar.

“Sangat sulit untuk membedakan gifted yang plus dengan yang mengalami maturity delayed seperti keterlambatan bicara ,” ungkap DR Julia. Hal yang khas adalah terjadinya lompatan perkembangan seperti motoriknya sangat cepat. Anak tidak melalui fase merangkak tapi langsung bisa lari. Di Belanda disebut lompatan perkembangan yang mengalami disinkronitas dan overexitibility.

Sensorynya juga terlalu kuat atau sensitif, misalnya label baju harus dipotong karena mengganggu. Semakin tinggi intelegensinya, risiko anak bermasalah juga semakin tinggi, tambah DR. Julia.

Dalam menanganinya tidak bisa hanya satu profesi misal dokter, psikolog, psikiater, atau pedagog saja melainkan harus multiprofesi dengan melibatkan orang tua. Dibutuhkan pilar penunjang yaitu dokter tumbuh kembang dan dokter sekolah.

Dokter sekolah bukan dokter yang berpraktek di sekolah tetapi dokter yang membawahi beberapa sekolah dan bertanggung jawab terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak-anak sekolah mulai taman kanak-kanak hingga sekolah lanjutan.

Di Belanda ada lembaga bantuan pedagogi psikologi (psychoeducational assessment center) yang berfungsi menilai karakteristik anak dalam menerima pembelajaran karena ada cara mengajar khusus untuk anak yang bersifat visual spatial learner. Psychoeducational assessment center juga memberikan bimbingan kepada guru kelas, orang tua dan murid.

Lembaga ini merupakan lembaga yang sangat penting dalam sistem pelayanan pendidikan yang akan senantiasa membimbing orang tua dalam rangka pengasuhan di rumah, membimbing guru kelas dalam rangka strategi pendidikannya di dalam kelas. ”Oleh karena itu, masyarakat di Indonesia perlu menuntut pemerintah agar lembaga tersebut ada di Indonesia,” kata DR. Julia.

“Berbagai masalah perilaku pada anak seringkali teridentifikasi setelah anak tersebut mulai mengikuti kegiatan di sekolah,” ungkap Dr. Indah S Widyahening. Sekitar 20% anak usia sekolah mengalami gangguan perilaku dan setengahnya berupa gangguan dalam pemusatan perhatian atau hiperaktivitas.

Untuk dapat mencapai kemampuan akademik yang baik di sekolah seorang anak perlu memiliki kesiapan bersekolah yang meliputi beberapa aspek yaitu kesehatan dan kesejahteraan fisik, kompetensi sosial, kematangan emosi, perkembangan bahasa dan kognitif, serta kemampuan berkomunikasi dan pengetahuan umum.

Seorang dokter sebagai penyedia layanan kesehatan bersama-sama dengan berbagai pihak terkait lainnya memegang peranan penting dalam membantu seorang anak mencapai kesiapan bersekolah.

Semakin meningkatnya jumlah anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan dan perilaku yang dapat menghambat pembelajaran di sekolah memerlukan adanya tenaga dokter yang khusus menangani hal tersebut yaitu dokter sekolah.

Untuk deteksi dan pendidikan anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa (gifted & talented children) di Indonesia dibutuhkan kerjasama multidisiplin dan juga dari pemerintah termasuk Departemen Pendidikan dan Departemen Kesehatan.

Seminar ini menekankan pentingnya anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa dapat dideteksi lebih dini sehingga dapat cepat ditangani. Hal yang krusial lainnya adalah seringnya anak-anak tersebut ditolak di sekolah “normal”. Padahal sudah merupakan hak setiap warga negara untuk dapat mengenyam pendidikan di negara tercinta ini.

Semoga ada harapan bagi anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa untuk mendapat tempat di sistem pendidikan di Indonesia.

sumber: http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=1821

Tidak ada komentar:

Posting Komentar