Kamis, 26 Februari 2009

Angka Partisipasi Kasar SD, aneh?

Angka Partisipasi Kasar (APK) SD adalah persen anak yang masih sekolah di SD atau MI terhadap anak usia 7-12 tahun. APK sering disebut juga dengan Gross Enrollment Rate (GER). Indikator ini juga sering digunakan untuk melihat kondisi pendidikan di Indonesia maupun juga di negara lain. APK SD memang cenderung tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Hal ini disebabkan SD merupakan pendidikan dasar formal pertama yang musti dilalui oleh anak usia sekolah. Apalagi Pemerintah punya komitmen untuk mendorong anak untuk mengenyam pendidikan dasar (SD dan SMP).

Jika dilihat pada grafik garis dibawah, bisa disimpulkan bahwa sebelum krisis, di Perkotaan (Urban) anak yang sekolah di SD lebih banyak di bandingkan dengan daerah Pedesaan (Rural), tetapi sebaliknya dengan masa krisis. Yang aneh adalah kondisi tahun 2005, dimana di Pedesaan APK SD naik, tetapi di Perkotaan terjadi penurunan cukup drastis. Tidak biasanya, trend APK baik di Perkotaan mauapun di Pedesaan mempunyai kecenderungan yang sama tiap tahun. Kenapa ini terjadi? Banyak jawaban, bisa karena BPS melakukan keslahan dalam pengumpulan data. Bisa juga memang ada fenomena di perkotaan terjadi penurunan jumlah siswa SD berkurang dan jumlah anak usia 7-12 tahun banyak. Ini yang memang perlu dicari penyebabnya.

sumber: http://andi.stk31.com/angka-partisipasi-kasar-sd-aneh.html

BIMBINGAN KONSELING KARIER DI SD

Paradigma, Visi, dan Misi Bimbingan Konseling di SD

1.Paradigma

Paradigma bimbingan konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.

2.Visi

Visi pelayanan bimbingan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

3.Misi

a.Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.

b.Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat.

c.Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.

Bidang Bimbingan Konseling

1.Bimbingan Pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.

2.Bimbingan Sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

3.Bimbingan Belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.

4.Bimbingan Karier, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karier.

Jenis Layanan Bimbingan Konseling

1.Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.

2.Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.

3.Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.

4.Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

5.Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.

6.Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

7.Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.

8.Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

9.Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.

Kegiatan Pendukung

1.Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes

2.Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.

3.Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.

4.Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.

5.Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.

6.Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.

Pola Penyelenggaraan Kegiatan Bimbingan dan Konseling:

1.Pola Infusi ke dalam mata pelajaran, yaitu memasukkan materi bimbingan dan konseling ke dalam mata pelajaran tertentu

2.Pola Layanan Khusus, yaitu menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling melalui jenis-jenis layanan tertentu dan kegiatan pendukung.

3.Pola Alih Tangan Kasus, yaitu mengalihtangankan penangangan kasus kepada pihak lain yang lebih ahli.

4.Pola Ekstra-Kurikuler, yaitu menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling di luar pengajaran dan tanpa melalui jenis layanan/pendukung tertentu. Misalnya: upacara bendera, kegiatan menjelang masuk dan/atau ke luar kelas, kegiatan di luar kelas sewaktu istirahat, jalan-jalan/darmawisata, dan sebagainya.

Bimbingan Karier di SD

Dalam bidang bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa mengenali dan mulai mengarahkan diri untuk masa depan karier. Bimbingan karier di Sekolah merupakan kegiatan yang paling awal dan mendasar bagi pengembangan karier secara menyeluruh. Pemberian materi bimbingan karier untuk para siswa disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Bagi siswa SD pada umumnya, bimbingan karier dimaksudkan untuk:

1.Mengembangkan sikap positif terhadap segala jenis pekerjaan. Dalam hal ini guru kelas harus berhati-hati. Guru kelas menunjukkan atau menampilkan prasangka ataupun kecenderungan tertentu terhadap jenis-jenis pekerjaan (misalnya, pekerjaan tertentu disikapi positif, sedang lainnya disikapi negatif).

2.Membawa para siswa menyadari betapa luasnya dunia kerja yang ada, terentang dari pekerjaan yang dijabat orang tua sampai ke segala macam pekerjaan di masyarakat.

3.Menjawab berbagai pertanyaan para siswa tentang pekerjaan. Dorongan ingin tahu anak-anak akan membawa mereka menanyakan segala sesuatu tentang pekerjaan. Dalam hal ini jawaban atau informasi yang tepat dan benar harus segera diberikan setiap waktu bertanya.

4.Menekankan jasa dari masing-masing jenis pekerjaan, yaitu untuk kesejahteraan hidup rumah tangga dan masyarakat (tidak hanya mengemukakan besarnya gaji atau penghasilan yang diperoleh melalui pekerjaan itu). Perlunya bakat atau kemampuan/keterampilan khusus untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, terutama pekerjaan yang bermanfaat bagi pemberian bantuan kepada sesama manusia, hendaklah disampaikan.

Di samping itu, informasi pekerjaan untuk siswa kelas tinggi SD perlu diperluas dan diperkuat. Hal ini bertujuan agar mereka memahami bahwa:

1.Pekerjaan ada di mana-mana, di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara, bahkan dunia. Pada tingkat perkembangan itu, siswa mulai membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang ada di desa dan di kota, di daerahnya sendiri dan di daerah lain. Siswa dirangsang untuk mulai menyadari bahwa ada banyak macam cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencari penghidupan dan memenuhi kebutuhan melalui berbagai jenis pekerjaan.

2.Terdapat saling ketergantungan antara pekerjaan yang satu dengan yang lainnya. Pada diri siswa, perlu dikembangkan bahwa untuk terlaksananya suatu pekerjaan dengan baik, para pekerja saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya para pekerja itu harus saling membantu dan bekerja sama.

3.Baik kemampuan khusus maupun ciri-ciri kepribadian tertentu diperlukan untuk mencapai keberhasilan bagi sebagian jenis pekerjaan.

4.Untuk memilih suatu pekerjaan diperlukan informasi yang tepat (yaitu tentang hakikat pekerjaan itu sendiri, latihan yang diperlukan, kondisi kerja, dsb).

5.Ada berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh orang-orang yang menginginkan pekerjaan tertentu (seperti peralatan mahal, biaya untuk program pendidikan dan pelatihan mahal dan waktunya lama, kondisi kerja kurang menyenangkan, dsb).

6.Untuk memilih pekerjaan atau karier di masa depan perlu kehati-hatian dan pertimbangan yang matang.

Pelaksanaan Bimbingan Karier di SD

Materi Bimbingan Karier di SD Kelas I dan II

1.Layanan Orientasi dan Informasi

a.Gambaran tentang perlunya bekerja untuk mencari nafkah

b.Penghargaan terhadap segenap pekerjaan

c.Gambaran tentang orang-orang yang rajin bekerja dan hasil-hasil yang mereka peroleh

2.Layanan Penempatan dan Penyaluran

Belum ada layanan penempatan dan penyaluran dalam bimbingan karier

3.Layanan Pembelajaran/Penguasaan Konten

Belum mempelajari karier tertentu sehingga layanan pembelajaran untuk bimbingan karier belum diselenggarakan

Materi Bimbingan Karier di SD Kelas III dan IV

1.Layanan Orientasi dan Informasi

a.Gambaran tentang perlunya bekerja untuk mencari nafkah

b.Penghargaan terhadap segenap pekerjaan

c.Gambaran tentang orang-orang yang rajin bekerja dan hasil-hasil yang mereka peroleh

2.Layanan Penempatan dan Penyaluran

Belum ada layanan penempatan dan penyaluran dalam bimbingan karier

3.Layanan Pembelajaran/Penguasaan Konten

a.Pemahaman awal tentang perlunya memperoleh penghasilan dan pengembangan karier

b.Pemahaman awal tentang informasi sederhana berkenaan dengan pekerjaan dan usaha-usaha memperoleh penghasilan (untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana yang terdapat di lingkungan para siswa)

Materi Bimbingan Karier di SD Kelas V dan VI

1.Layanan Orientasi dan Informasi

a.Pemantapan materi di Kelas III dan IV.

b.Informasi lanjutan dan lebih kompleks tentang pekerjaan-pekerjaan pertanian yang lebih luas, pekerjaan di industri dan perusahaan, usaha perdagangan yang lebih luas ( toko,bank,asuransi, dsb ), usaha angkutan yang lebih luas ( transport antar kota, pelayaran, penerbangan), serta sebagai pekerjaan yang bersifat keahlian ( seperti guru, dokter, insinyur, dsb).

c.Informasi tentang saling ketergantungan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain serta hubungan dengan konsumen.

d.Informasi tentang kemampuan khusus yang diperlukan untuk menjabat pekerjaan tertentu untuk ini diperlukan bakat, minat, dan keterampilan tertentu.

e.Informasi tentang diperlukannyas keuletan dan ketabahan dalam mengajar dan menggembangkan karier tertentu untuk ini diperlukan pertimbangan yang hati-hati dan matang untuk memilih pekerjaan atau karier tertentu.

f.Informasi tentang diperlukannya berbagai informasi yang tepat berkenaan dengan pemilikan pekerjaan atau karier.

g.Informasi awal tentang sekolah lanjutan yang berkaitan dengan cita-cita karier tertentu.

2.Layanan Penempatan dan Penyaluran

Menempatkan dan menyalurkan siswa ke dalam kelompok untuk mempelajari:

a.Berbagai jenis pekerjaan sebagaimana informasi yang ingin diperoleh

b.Sekolah lanjutan sebagaimana informasi yang ingin diperoleh khususnya dikaitkan dengan aspek-aspek pekerjaan dan/atau karier tertentu

3.Layanan Pembelajaran/Penguasaan Konten

a.Pemantapan materi di Kelas III dan IV .

b.diskusi untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang:

1)Berbagai jenis pekerjaan dan upaya memperoleh penghasilan

2)Saling ketergantungan antara berbagai jenis pekerjaan.

3)Kemampuan khusus untuk pekerjaan tertentu- apakah siswa dapat dimungkinkan memiliki kemampuan itu?

4)Sekolah lanjutan yang berkaitan dengan cita-cita pekerjaan atau karier.

Tenaga Profesional dalam Kegiatan Bimbingan Karier di SD

1.Modal Personal

Modal dasar yang akan menjamin suksesnya penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah berbagai ciri personal yang ada dan dimiliki secara pribadi oleh tenaga penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Modal personal tersebut adalah:

a.Berwawasan luas: memiliki pandangan dan pengetahuan yang luas, terutama tentang perkembangan peserta didik pada usia sekolahnya, perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi/kesenian dan proses pembelajarannya, serta pengaruh lingkungandan modernisasi terhadap peserta didik.

b.Menyayangi anak: memiliki kasih sayang yang mendalam terhadap peserta didik; rasa kasih sayang ini ditampilkan oleh Guru Pembimbing/ Guru kelas benar-benar dari hati sanubarinya (tidak berpura-pura atau dibuat-buat) sehingga peserta didik secara langsung merasakan kasih sayang itu.

c.Sabar dan bijaksana: tidak mudah marah dan/atau mengambil tindakan keras dan emosional yang merugikan peserta didik serta tidak sesuai dengan kepentingan perkembangan mereka; segala tindakan yang diambil Guru Pembimbing/Guru Kelas didasarkan pada pertimbangan yang matang.

d.Lembut dan baik hati: tutur kata dan tindakan Guru Pembimbing/Guru Kelas selalu menggenakkan hati, hangat, dan suka menolong.

e.Tekun dan teliti: Guru Pembimbing/Guru Kelas setia mengikuti tingkah laku dan perkembangan peserta didik sehari-hari dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan berbagai aspek yang menyertai tingkah laku dan perkembangan tersebut.

f.Menjadi contoh: tingkah laku, pemikiran, pendapat dan ucapan-ucapan Guru Pembimbing/Guru Kelas tidak tercela dan mampu menarik peserta didik untuk menggikutinya dengan senang hati dan suka rela.

g.Tanggap dan mampu mengambil tindakan: Guru Pembimbing/Guru Kelas cepat memberikan perhatian terhadap apa yang terjadi dan/atau mungkin terjadi diri pada peserta didiknya, serta mengambil tindakan secara cepat untuk mengatasi dan/atau mengantisipasi apa yang terjadi dan/atau mungkin terjadi itu.

h.Memahami dan bersikap positif pelayanan bimbingan dan konseling: Guru Pembimbing/Guru Kelas memahami fungsi dan tujuan serta seluk-beluk pelayanan bimbingan dan konseling, serta dengan bersenang hati berusaha sekuat tenaga melaksanakannya secara profesional sesuai dengan kepentingan dan perkembangan peserta didik.

2.Modal Profesional

Modal Profesional mencakup kematangan wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dalam bidang kajian pelayanan bimbingan dan konseling. Semuanya itu dapat diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan khusus dalam program pendidikan bimbingan dan konseling. Dengan modal profesional itu, seorang tenaga pembimbing (Guru Pembimbing dan Guru Kelas) akan mampu secara nyata melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling menurut kaidah-kaidah keilmuannya, teknologinya, dan kode etik profesionalnya.

Apabila semua modal personal dan modal profesional tersebut dikembangkan dan dipadukan dalam diri Guru Kelas serta diaplikasikan dalam wujudnya yang nyata terhadap peserta didik, yaitu dalam bentuk berbagai layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, dapat diyakini pelayanan bimbingan dan konseling akan berjalan dengan lancar dan sukses. Tangan dingin dan terampil tenaga pembimbing yang menggarap lahan subur di sekolah untuk pekerjaan bimbingan dan konseling diharapkan akan membuahkan para peserta didik yang berkembang secara oiptimal.

3.Modal Instrumental

Pihak sekolah atau satuan pendidikan perlu menunjang perwujudan kegiatan Guru Pembimbing dan Guru Kelas itu dengan menyediakan berbagai prasarana dan sarana yang merupakan modal Instrumental bagi suksesnya pelayanan bimbingan dan konseling, seperti ruangan yang memadai perlengkapan kerja sehari-hari, istrumen BK, dan sarana pendukung lainnya. Dengan kelengkapan instrumental seperti itu kegiatan bimbingan dan konseling akan diperlancar dan keberhasilannya akan lebih dimungkinkan.

Di samping itu, suasana profesional pengembangan peserta didik secara menyeluruh perlu dikembangakan oleh seluruh personil sekolah. Suasana profesional ini, selain mempersyaratkan teraktualisasinya ketiga jenis modal tersebut, terlebih lebih lagi adalah terwujudnya saling pengertian, kerja sama dan saling membesarkan diantara seluruh personil sekolah.
sumber: http://www.likomedia.or.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=55

Peningkatan Mutu Pembelajaran Matematika di SD

Kita tentunya harus akui bersama bahwa kurikulum sekolah kita terutama matematika di SD tidaklah ideal. Permasalahan utamanya bukanlah miskinnya materi pada kurikulum tersebut, tetapi justru sebaliknya. Kurikulum itu sangat gemuk.

Banyak pakar mengusulkan untuk menghapuskan materi pada kurikulum tersebut. Ini tentunya tidak secara otomatis akan menyelesaikan masalah. Mungkin malahan melahirkan permasalahan baru yang lebih runyam.

Pada tulisan ini, kami mengajukan suatu langkah strategis selain dengan pemangkasan kurikulum. Langkah ini dapat dimanfaatkan oleh para anak didik, guru, dan orang tua agar anak-anak kita mampu bernalar secara aktif, kreatif, dan kritis melalui proses pembelajaran matematika yang bermutu.


1 Permasalahan dalam Pembelajaran Matematika
============================================

Pada dasarnya kita ketahui bersama bahwa matematika senantiasa ada pada semua kurikulum sekolah. Entah itu tingkat Taman Kanak-kanak sampai tingkat Perguruan Tinggi, matematika senantiasa termasuk salah satu materi yang tercakup dalam kurikulum. Perlukah anak-anak kita di SD belajar matematika? Untuk apakah kita belajar matematika?

Belajar matematika adalah sesuatu yang cukup. Ini merupakan suatu syarat kecukupan. Mengapa? Karena -ini untuk menjawab pertanyaan kedua- dengan belajar matematika, kita akan belajar bernalar secara kritis, kreatif dan aktif. Pendapat ini didukung pendapat dari Dudley di [1]. Sekaligus pada saat yang sama, kita akan mengamati keberdayaan matematika (power of mathematics) dan tentunya menumbuhkembangkan kemampuan learning to learn. Jadi, kecuali untuk mendapatkan daya matematika itu sendiri sebagai alat penyelesai permasalahan dalam kehidupan nyata, kita belajar matematika sebagai suatu wahana yang memfasilitasi kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan peningkatan kepercayaan diri dalam bermatematika. Tentunya kemampuan bernalar yang dipunyai anak didik melalui proses belajar matematika itu akan meningkatkan pula kesiapannya untuk menjadi lifetime learner atau pemelajar sepanjang hayat.

Pendapat bahwa seseorang yang belajar matematika akan menjadi pemelajar yang lebih baik bukanlah mitos. Pendapat ini didukung dengan fakta yang dikemukakan di [3] bahwa sebanyak 83 persen siswa yang belajar Geometri dan Aljabar di AS melanjutkan ke college. Ini jauh lebih tinggi
dibanding siswa yang tidak belajar hal itu, yaitu hanya 36 persen yang melanjutkan ke college. Perbedaan di atas lebih mencengangkan lagi pada siswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Ternyata, perbandingannya 71 persen lawan 27 persen.

Sekarang, kurikulum matematika yang kita gunakan saat ini padat dengan materi. Guru terbebani dengan target untuk menyelesaikan beban materi yang sangat besar. Jika ada dua guru bertemu, yang akan menjadi -bahan pembicaraan adalah sampai di mana pembahasan materi di kelasnya.
Bukan mendiskusikan bagaimana menyampaikan suatu materi dengan menarik. Yang terakhir ini sudah tidak sempat lagi diperbincangkan. Dan, tidak relevan dengan keadaan seperti sekarang.

Proses pembelajaran matematika yang disediakan di sekolah akibatnya tidak berjalan secara optimal. Mungkin jadi lebih tepatnya, yang ada hanyalah proses pengajaran matematika, bukan pembelajaran. Dalam pelajaran matematika yang seharusnya kita belajar bernalar, telah diubah menjadi pelajaran menghafal. Sangat aneh jika pelajaran matematika diberikan dengan guru yang ceramah di depan kelas atau "berbicara" dengan papan tulisnya, sedangkan muridnya hanya mencatat. Lalu, murid itu akan menghafal semua yang dicatatnya. Dan, pada saat ulangan nanti, murid itu cukup "memuntahkan" kembali info yang dicatatnya atau ditelannya. Ini semua terjadi hampir di setiap kelas. Ini jelas mengasingkan aktivitas bermatematika yang benar dengan pelajaran matematika.

Permasalahan lainnya yang perlu disinggung di sini adalah persepsi yang berkembang pada diri anak didik bahwa matematika adalah sesuatu ilmu pengetahuan yang tidak ada manfaatnya. Ini
tentunya sangat menyedihkan. Matematika memang suatu ilmu yang abstrak. Mungkin pula sulit dicerna. Ini wajar. Namun, kita sebagai guru haruslah senantiasa berupaya menunjukkan relevansi matematika dalam kehidupan nyata. Ini suatu keharusan.

Dengan mekarnya persepsi tentang tidak relevannya atau tak bermanfaatnya matematika, motivasi belajar matematika anak didik menjadi turun. Atau malahan menjadi hilang. Akibatnya,
banyak dari anak-anak kita itu menghafal matematika. Ini sangat mengasingkan kebermatematikaan yang benar dari pelajaran matematika di SD.

Tidak cukup kita sebagai guru mengatakan bahwa materi dalam matematika itu akan dimanfaatkan kelak. Atau, lebih parah lagi, kita janganlah menyatakan bahwa materi yang kita pelajari ini memang saat sekarang belum ada gunanya, namun akan dimanfaatkan di masa mendatang. Jauh lebih baik jika kita berupaya menunjukkan keberdayaan matematika dengan mengaitkannya pada permasalahan sederhana sehari-hari kita. Memang ini artinya mensyaratkan guru harus belajar. Namun, bukankah memang seorang guru haruslah seorang pemelajar sepanjang hayat? Malah, kita sebagai orang tua pun harus senantiasa belajar. Karena, memang hanya dengan belajar lah kita dapat survive. Selain itu, seperti kata Sekretaris Pendidikan Amerika Serikat, Riley, di [3], bahwa

--almost every job today increasingly demands a combination of
theoretical knowledge and skills that require learning throughout
a lifetime.--


2 Strategi
==========

Dari paragraf-paragraf di atas, kita cermati bahwa:

1. belajar matematika untuk belajar bernalar;
2. belajar matematika untuk menghayati keberdayaan matematika;
3. kurikulum yang sekarang tidak menunjang dua butir di atas;
4. persepsi yang salah tentang matematika.

Sekarang, tentu saja kita dapat mengikis kurikulum yang ada sehingga tinggal, mungkin, sepertiganya. Ini mudah. Namun, apakah kita dapat membayangkan apa yang akan diajarkan oleh
para guru kita? Apakah guru kita sudah siap mengisi waktu yang lowong tersebut? Kalau para guru kita belum siap untuk berkreasi untuk merekacipta pelajaran untuk mengisi jam-jam yang lowong tersebut, anak-anak kita juga tidak akan belajar dengan efektif. Waktunya banyak yang terbuang dengan percuma. Ini tentunya menjadi masalah yang runyam pula.

Kami sendiri sangat setuju dengan perampingan kurikulum, namun demikian perampingan ini perlu penelaahan yang seksama. Tidak dapat dikerjakan secara terburu-buru. Perlu masukan dari banyak pihak.

Dalam tulisan ini, kita coba melihatnya dari sudut lain. Kita coba berupaya meningkatkan proses pembelajaran matematika dengan kurikulum yang ada. Artinya, kita perlu mencari peluang agar anak-anak kita tetap belajar matematika yang mampu meningkatkan kemampuan bernalarnya, sekaligus meningkatkan apresiasinya terhadap keberdayaan matematika.

Secara umum, strategi yang harus diambil guru dan juga orang tua adalah mengikuti materi yang dicanangkan pada kurikulum. Itu kita ikuti. Hanya, metode pembelajaran yang diterapkan harus diubah. Atau malah harus dicari alternatifnya. Ini penting, karena kita tidak ingin menimbulkan perbenturan yang rumit jika harus mengajarkan materi yang berlainan dengan kurikulum yang telah ditentukan.

Dari setiap materi ajar yang diberikan di kelas, guru harus senantiasa merencanakan dengan rinci tentang pendekatan yang akan diterapkan untuk memperkenalkan sampai menyampaikan materi ,
tersebut. Juga harus dipersiapkan ilustrasi-ilustrasi yang menunjang serta meningkatkan motivasi anak didik dalam pembelajaran materi termaksud.

Sedangkan kita orang tua di rumah harus meluangkan waktu yang sangat cukup untuk anak-anak kita. Kita tidak cukup melepaskan semua aktivitas belajarnya pada anak-anak kita atau pembantu rumah tangga kita. Malahan, kita harus menjadi mitra dari guru di sekolah. Sekarang, bagaimana kita dapat bermitra dengan baik?

Peluang diskusi tentang materi ajar di ruang kelas saat ini sangat kurang. Ini seharusnya dapat dipenuhi di rumah. Penyampaian informasi dari materi ajar itu mungkin secara umum diberikan di
kelas, namun demikian, pemahaman sampai analisis yang mendalam perlu dilakukan di rumah. Dan, di sini orang tua mempunyai peran yang besar. Berikut ini diberikan beberapa ilustrasi materi ajar yang pasti sudah kita kenal semua dari GBPP [2]. Di sini, kita akan melihat beberapa alternatif penyampaian materi ajar yang mungkin dicoba di kelas, serta bahan diskusi yang perlu
dicoba kita semua di rumah.


2.1 Ilustrasi I
================

Satu materi ajar yang paling menonjol dalam pengajaran matematika di SD adalah berhitung. Dalam program pengajaran kelas III caturwulan 3, misalnya, para siswa belajar perkalian

4 x 23 = 4 * (20 + 3) (1)
= (4x20) + (4x3) (2)
= 80 + 12 (3)
= 92 (4)

Materi ajar ini baik, karena siswa diajak untuk melihat penyederhanaan permasalahan. Namun, jika kita hanya mengajarnya sebatas prosedur ini, maka anak didik kita tidak bernalar mengapa hal
ini boleh dilakukan. Kecuali itu, prosedur itu didapat anak didik karena diberitahu oleh gurunya. Sebaiknya, anak didik itu mencari sendiri pola yang memberikan 'conjecture' atau dugaan bahwa memang diperbolehkan mengelompokkan perhitungan tersebut. Jadi, sifat atau ide matematika itu berasal dari siswa itu sendiri.

Selain itu, para anak didik perlu diajak berdiskusi tentang matematika. Mereka perlu diajak berbahasa matematika untuk memecahkan permasalahan. Untuk itu, materi ajar di atas dapat pula disampaikan dengan suatu modifikasi. Misalnya, disampaikan dengan pertanyaan berikut

jika 4 x 22 = 88, maka 4 x 23 = (5)

Lalu kita dapat minta setiap anak menceritakan argumennya. Sedangkan kita orang tua yang menyediakan proses pembelajaran di rumah juga dapat mengajukan bahan-bahan diskusi tersebut. Ini akan meningkatkan daya nalar anak-anak kita.


2.2 Ilustrasi II
================

Siswa di kelas III pada caturwulan 3 belajar penjumlahan bilangan dari 0 sampai dengan 100. Mereka sering diminta menemukan nilai uang logam kedua, jika uang logam pertama adalah Rp. 50,00 dan jumlah uang keseluruhan adalah Rp. 75,00. Atau, dalam pernyataan matematika, siswa diminta menemukan " titik-titik" , sehingga 50 + ...= 75. (6)

Jenis pertanyaan ini sangat standard. Jawabnya hanyalah satu. Para siswa hanya dapat menjawab benar atau salah. Mereka tidak dapat mendiskusikan jawabnya secara kritis. Pernalaran
kreatif juga tidak mekar. Sangat lain jika kita kedepankan permasalahannya dengan cara lain. Misalnya, asumsikan kita mempunyai dua buah uang logam di dalam kantung. Jika uang logam itu merupakan pecahan Rp.25,00, atau Rp. 50,00, berapakah uang kita? Dengan cara inipara siswa belajar berpikir alternatif. Mereka sudah terbiasa dengan problem solving. Selanjutnya, kita dapat mengajukan pertanyaan seperti: mungkinkah jumlah uang kita Rp. 25,00?


2.3 Ilustrasi III
=================

Siswa SD kita sangat kurang dikenalkan dengan estimasi. Padahal, kita tahu bahwa estimasi merupakan satu hal yang sangat penting dalam matematika. Untuk ini, kita dapat mendiskusikan
misalnya: jika kita mempunyai 27 batang lidi dan setiap 5 batang lidi kita ikat, maka ada berapa ikat batang lidi? Anak SD kelas dua sebenarnya sudah harus bekerja dengan jenis estimasi seperti
ini. Mereka harus sudah terbiasa dengan permasalahan seperti ini.

Yang perlu pula ditumbuhkembangkan di sini adalah " sense" dari bilangan pecahan. Misalnya, kita memberikan bujur sangkar terbuat dari kertas putih pada tiap siswa yang sebagian telah
sengaja kita "kotori" dengan tinta. Selanjutnya, setiap siswa diminta untuk mengestimasi seberapa besar dari bujur sangkarnya yang terkena tinta tersebut. Kegiatan ini juga akan meningkatkan kemampuan siswa dalam pengukuran.

Di sini, para siswa sebaiknya diajak berbahasa dengan menggunakan kata-kata matematika seperti " kira-kira" , " lebih besar" , dan "lebih kecil".


3. Penutup
==========

Secara ringkas, para guru dan orang tua perlu berupaya agar anak-anak kita bernalar dalam pelajaran matematika. Mereka dapat meningkatkan pernalaran kritis dan kreatif mereka melalui
proses belajar matematika. Untuk itu, guru dan orang tua perlu merancang bahan belajar dengan baik, sehingga anak-anak kita, di samping menyerap materi ajar, mampu bernalar.

Dalam prosesnya, anak didik kita akan masuk dalam wacana dengan bahasa matematika yang tegas. Ini merupakan suatu kesempatan yang baik bagi anak-anak kita untuk belajar berbahasa
dengan pernalaran yang benar dengan pengungkapan yang tepat. Jika para guru di kelas dan orang tua di rumah mampu menyediakan proses pembelajaran matematika yang bermutu seperti di
atas, maka anak-anak kita akan mampu bernalar secara kritis, aktif, dam kreatif. Tentunya ini mengharuskan kita semua untuk belajar secara berkelanjutan. Artinya, kita semua harus berupaya
menumbuhmekarkan masyarakat kita untuk menjadi masyarakat pemelajar sepanjang hayat.



sumber: http://www.sigmetris.com/artikel_20.html

Awal SD Perlu Transisi; Hindari Muatan Akademis pada Beban Pelajaran

Usia siswa kelas I-III SD masih tergolong masa kanak-kanak. Sebagai anak yang masih berusia di bawah 10 tahun, perkembangan kejiwaan mereka lebih didominasi oleh naluri bermain. "Oleh karena itu, sungguh tidak proporsional jika pada masa seperti itu muatan pelajaran untuk mereka dijejali dengan aspek akademis dan pendekatan yang formal," kata Mudjito, Direktur Pembinaan TK/SD Depdiknas, di Jakarta hari Rabu (11/1).

Terkait dengan itu, Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak/Sekolah Dasar Depdiknas tengah merancang pengurangan beban belajar, Aspek akademis yang selama ini ditransformasikan para guru kepada siswa kelas I-III melalui tatap muka di kelas akan direduksi menjadi model permainan dan tak mesti di dalam kelas. Kelak, kata Mudjito, anak-anak kelas I-III SD lebih banyak dikenalkan konsep baca, tulis, dan berhitung dalam bentuk permainan. "Bila perlu mereka lebih banyak di luar kelas, misalnya di halaman sekolah atau lingkungan sosial," ujarnya.

Menurut Mudjito, upaya pengurangan beban dan pelenturan pola pembelajaran bagi kelas-kelas awal SD tersebut berangkat dari keluhan orangtua siswa bahwa ada kecenderungan putra-putri mereka jadi malas ke sekolah. Setelah diusut, ternyata putra-putri mereka cenderung merasa terbebani dengan muatan pelajaran yang berat. Apalagi bila materinya disampaikan secara kaku di depan kelas. Anak-anak akhirnya malah tidak melakoni pernbelajaran dengan asyik, tapi menganggapnya sebagai beban. "Kalau kegagapan anak-anak itu dibiarkan dan tidak disikapi secara arif, bukan mustahil mereka nantinya putus sekolah di tengah jalan," tambah Mudjito.

la menjelaskan, awal Januari ini pihaknya telah menyampaikan usulan pengurangan beban belajar kepada Badan Standar Nasional Pendidikan. Pengajuan usulan tersebut bertepatan dengan momentum digodoknya standar isi pendidikan dan struktur kurikulum oleh BSNP.

Pembelajaran tematik

Secara terpisah, Ketua BSNP Bambang Suhendro mengatakan, pihaknya memang tengah mengkaji usulan tersebut. Kelak, di kelas I-III SD tak ada lagi mata pelajaran diberikan secara tersendiri, tetapi secara tematik. Misalnya, dengan mengarahkan siswa bermain di halaman sekolah, pelajaran Matematika. Ilmu Pengetahuan Sosial. dan Ilmu Pengetahuan Alam bisa diberikan sekaligus. Dengan demikian, beban belajar akan berkurang dan tak selamanya harus melalui tatap muka di kelas.

"Saat ini kebetulan kami tengah memfinalisasi standar isi pendidikan dan struktur kurikulum yang pada akhirnya akan mengurangi beban dan pelajaran rata-rata 10 persen pada jenjang SD/Ml-SMA/MA," kata Bambang Suhendro.

Dalam uji publik standar isi pendidikan tanggal 21-23 Desember 2005, BSNP telah merancang beban belajar kegiatan tatap muka untuk jenjang SD/Ml hingga SMA/MA. Untuk jenjang SD/MI kelas I-III, dirancang 29-32 jam pelajaran per minggu atau 986-1.216 waktu pembelajaran per tahun. Satu jam pelajaran setara dengan 35 menit. Untuk kelas IV-V1. dirancang 34 jam pelajaran perminggu atau 1.156-1.292 jam pelajaran per tahun. Satu jam pelajaran setara 35 menit. Untuk SMP/MTs dirancang 34 jam pelajaran per minggu atau 1.156-1.292 jam pelajaran per tahun. Satu jam pelajaran untuk tingkat ini setara 40 menit. Adapun untuk SMA/MA dirancang 38 jam pelajaran perminggu atau 1.292-1444 jam pelajaran per tahun. Satu jam pelajaran setara 45 menit (NAR).

sumber: Kompas, 12 Januari 2006

SD Gratis

Komisi X DPR berharap pendidikan untuk tingkat sekolah dasar (SD) dapat digratiskan setelah pengesahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2005 mendatang. "Keinginan Komisi X DPR, dengan dana yang ada digratiskan saja. Jadi, ketahuan, yang ada pungutannya mana. Harapan kami, setelah APBN-P 2005 disahkan, SD dapat digratiskan," kata Ketua Komisi X Heri Akhmadi usai menghadiri acara Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Lebak Bulus, Senin (2/5).
Pemerintah telah mengajukan APBN-P 2005 terkait pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dengan pengurangan tersebut, dana subsidi BBM dialihkan untuk kompensasi pendidikan.

Menurut Heri, dengan dana cukup, tidak ada lagi sekolah yang meminta pungutan terhadap murid-muridnya. "Sekarang ini kan pungutannya macam-macam, buku dan sebagainya. Kalau murid tidak mampu memberikan sumbangan lebih, sama sekali tidak boleh menjadi alasan untuk dikeluarkan. Karena, sekolah akan memperoleh dana operasional pendidikan baik negeri maupun swasta," kata Heri.

Menurut Heri, tiap sekolah akan dibantu dana Rp20 juta hingga Rp30 juta per tahun. Dengan begitu, sekolah tidak lagi melakukan pungutan. "Kemarin, sekolah-sekolah hanya mendapatkan dari pemda. Nilainya sekitar Rp2 jutaan. Paling banyak Rp5 juta. Inilah yang akan diintervensi dari pusat. Kalau pemda mau nambah sih, tidak ada masalah," katanya.

Saat ini, lanjut Heri, ada beberapa daerah sudah menggratiskan ongkos pendidikan sampai dengan tingkat SMA. Antara lain, Minahasa dan Bitung. "Nah, pemerintah ingin men-support daerah-daerah yang belum mampu seagresif mereka," kata Heri.

Pada kesempatan itu, Heri juga mengatakan DPR mengusulkan kepada pemerintah agar mengeluarkan obligasi pendidikan untuk pembangunan sekolah-sekolah baru. "Kan dulu pernah. Waktu bank-bank kita kolaps, pemerintah berani mengeluarkan obligasi rekap bank. SD kita saat ini banyak yang rontok. Mengapa pemerintah tidak menerbitkan obligasi untuk membiayainya. Butuhnya kan tidak banyak. Hanya sekitar Rp18 triliun dibandingkan dengan bank-bank yang membutuhkan sampai Rp600 triliun," demikian Heri Akhmadi. (Prim)
sumber: (http://www.kompas.com/utama/news/0505/02/165705_.htm)